Dok. @kendraparamita |
Ada dua momen politik yang paling saya suka. Pertama, saat menyambut datang dan terpilihnya pejabat baru. Kedua, saat menyaksikan detik-detik lengsernya seorang pejabat dari tampuk kekuasaan. Kali ini saya sumringah menikmati masa akhir jabatan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Saya menyukai pemimpin baru terpilih, karena bagaimana cara mengelola dan apa tantangan selama ia hadapi masih teka-teki. Saya orang yang meyakini bahwa setiap orang bisa berubah. Tidak selamanya orang baik berbuat baik. Tidak selamanya orang jahat berbuat jahat.
“Sak elek-elek-e wong, pasti onok apike. Sak apik-apike wong, pasti onok elek-e,” katanya orang-orang tua Jawa.
Pun saya menyukai menyaksikan purnanya kepemimpinan, baik itu pemimpin baik maupun pemimpin jahat. Jika pemimpim baik saya tidak suka mendewa-dewakannya dan banyak orang mengultuskan, dan jika pemimpin jahat sudah jelas supaya angkara murka tidak meraja-lela.
Saya teringat perkataan Mark Twain, “Politicians and diapers must be changed often, and for the same reason.”
Bagi saya, perpanjangan masa periode jabatan itu berbahaya, kecuali dengan sebab-akibat yang tak bisa dihindari dan tak bisa diterjang begitu saja.
Franklin D. Roosevelt, Presiden AS menjabat 3 periode adalah pengecualian. Kecamuk Perang Dunia II cukup beralasan memperpanjang masa jabatan. Bagaimana mungkin mengganti Presiden di tengah ketidakpastian politik global dan ekonomi?
Ganjar Pranowo, hari ini, akan berpamitan dan menuntaskan masa baktinya sebagai Gubernur Jawa Tengah selama 10 tahun. Gubernur yang terkenal dengan "tagline", tuanku rakyat, gubernur hanya mandat. Gubernur yang digadang-gadang sebagai "the next" Jokowi sejati.
Ketika Capres-Cawapres lain masih berjibaku memanaskan mesin politik dan memobilisasi gerakan, Ganjar (dan kelak Cawapresnya) sudah siap dengan setelan tuxedo.
Banyak persoalan yang masih belum bisa Ganjar Pranowo tangani, satu di antaranya adalah kemiskinan, dan dalam beberapa momen ia mengakuinya. Selain memang sulit, kemiskinan adalah persoalan struktural. Kira-kira Ganjar masih bisa mengelaklah ya.
Namun, bagaimana soal pertambangan? Apakah itu upaya mengurangi angka kemiskinan atau justru memperlebar jurang kesenjangan sosial? Kendeng misalnya. Dan konflik agraria lain seperti Wadas. Lagi-lagi gubernur yang memiliki slogan “mboten ngapusi, mboten korupsi” ini pintar menjawab, bahwa proyek pertambangan sudah berjalan sejak sebelum masa kepemimpinannya.
Cukup cerdik Ganjar dalam menangkis jawaban (tidak bisa menyalahkan Ganjar sepenuhnya dan tidak mungkin mengabaikan tuntutan rakyat), dan saya rasa itu cukup sebagai modal melanjutkan etape berikutnya dalam sesi debat Capres-Cawapres.
Saya terus terang, saya tidak melihat sosok Jokowi pada 2014 lalu ada di dalam diri Ganjar Pranowo. Malah saya melihat Jokowi pada 2014 ada di dalam diri Anies Baswedan.
Lo, lo, lo, nggak bahaya ta? Jadi begini….
Jokowi di 2014 lalu adalah sosok pembeda dari role model pejabat yang berjarak dari rakyat, eksklusif, dan korup. Saat ini nyaris semua politikus menjiplak gaya Jokowi. Namun kebanyakan politikus saat ini hanya meniru Jokowi tapi lupa semangatnya.
Geliat bisnis dan pegiat digital agency, copy writer, kreator konten, vlogger, sampai influencer benar-benar banjir di era digital 4.0. Selain efek kemajuan teknologi, memang Jokowi menggunakan media untuk strategi kampanyenya dengan jitu. Nah, Ganjar dalam hal ini saya melihat sudah melampui sang empu, Jokowi.
Ganjar tidak hanya objek media, tetapi sekaligus kreator itu sendiri. Media yang mendatangi Jokowi, namun Ganjar menciptakan media itu sendiri.
Dalam beberapa kesempatan, misal saat podcast dengan Mamat Alkatiri, Ganjar berkali-kali menyampaikan saat menjelas konflik Wadas, “Di Youtube saya ada rekamannya.” Kadang agak genit menanyakan ke Mamat, “Kamu tahu subscriber saya berapa?”
Akhiru kalam. Saya ucapkan terima kasih pada Ganjar Pranowo atas pengabdian selama 10 tahun menjabat Gubernur Jawa Tengah.
Dari lantai 6 kantor saya bisa mendengar dan menikmati musik yang menghentak dari event #TerimakasihJawaTengah di ruas jalan depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Acara perpisahan Ganjar dengan pendukungnya. Meriah.
Awal yang baik, insyaallah keberlanjutan yang baik pula.
Pahlawan, 5 September 2023
0 Komentar